Masih Banyak Pekerjaan Rumah di Usia 94 Tahun, PSSI Diminta Eksekusi Program dengan Baik
BeritaBola99 – Kesuksesan Timnas Indonesia U-23 menjadi peringkat keempat Piala Asia U-23 2024 menjadi kado indah untuk PSSI yang baru saja merayakan ulang tahun ke-94 pada 19 April lalu. Meski akhirnya belum beruntung untuk lolos ke Olimpiade, sepak bola Indonesia jelas mengalami kemajuan.
Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Arya Sinulingga, menilai pencapaian Timnas U-23 sudah dapat sangat bagus. Sebab pencapaian ini menyamai hasil terdahulu yang juga nyaris lolos olimpiade. Tepatnya pada 1976 di Montreal.
Tapi, menurut Arya pencapaian kali ini terasa lebih istimewa karena bisa diraih di era sepak bola modern, di mana banyak negara sudah memiliki kompetisi yang bagus ditambah dengan penggunaan teknologi dan sport science yang mumpuni.
“Sekarang kita saksi sejarah bisa melihat Indonesia hampir masuk Olimpiade. Tipis banget,” katanya dalam diskusi bertajuk “94 TAHUN PSSI: MAU KE MANA?”di GBK Arena, Senayan, Jakarta pada Sabtu (11/5) sore.
“Tapi ini dicapai di situasi sepak bola modern. Di tahun 70-an mungkin belum kayak sekarang perkembangan persaingannya. Ini beda banget. Sekarang kompetisi modern dan kita bisa masuk di posisi itu,” tambah Arya.
Menurut Arya, hasil ini merupakan kemajuan sepak bola Indonesia. Apalagi FIFA sebagai induk sepak bola dunia disebut olehnya sampai terkejut. Sebab dalam perjalanannya Timnas Indonesia U-23 berhasil mengalahkan sejumlah negara kuat seperti Australia (1-0), Yordania (4-1), dan Korea Selatan (2-2, adu penalti 11-10).
Arya mengatakan Timnas Indonesia U-23 saat ini merupakan generasi emas Indonesia. Rizky Ridho dan kolega pun dipercaya masih bisa lebih baik mengingat usia mereka masih muda.
“Mereka ini rata-rata usianya 20 sekian. Sebagian besar itu masih bisa main di U-23 dua tahun lagi. Lalu timnas senior sekarang rata-rata usianya 23 tahun,” ungkapnya.
“Artinya dalam 5-6 tahun ke depan kita masih bisa bertarung dengan muda-muda. Mereka sekarang belum masa matangnya untuk usia pemain sepak bola. Indonesia kan matangnya 28 tahun. Jadi masih ada ruang besar untuk makin matang dan bagus. Saya yakin tahun-tahun mendatang makin menggila,” imbuh Arya.
Di satu sisi, Arya sadar bahwa keberhasilan Timnas Indonesia U-23 tak boleh membuat PSSI tutup mata. Sebab banyak masalah dan tugas yang harus diselesaikan federasi. Seperti penjadwalan kompetisi, tak meratanya kompetisi di daerah, hingga sepak bola wanita.
Mantan pemain Timnas Indonesia, Budi Sudarsono, juga mengakui bahwa sepak bola Indonesia, khususnya tim nasional sudah mengalami kemajuan signifikan. Tapi, pria yang dijuluki Si Ular Piton saat masih aktif bermain itu mengingatkan PSSI untuk tidak cepat puas.
Menurut Budi, kompetisi masih harus terus diperbaiki. Dia cukup menyoroti betapa sulitnya mencari penyerang lokal yang berkualitas.
“Dalam tiga sampai empat tahun ke belakang, ini harus ada introspeksi, apa kesalahannya, karena ini imbasnya ke timnas,” terangnya.
“Misal saya lihat di EPA (Elite Pro Academy), minimal usia dini kan 30 laga per tahun, terus itu ideal apa enggak? Makanya kita harus setiap tahun harus berbenah, walaupun sudah bagus, tetap harus berbenah,” tambah Budi.
Eks penyerang Persik Kediri itu memilih Jepang untuk dicontoh. Menurutnya, Jepang mempunyai blue print sepak bola yang dieksekusi bertahun-tahun dan memetik buahnya saat ini.
“Padahal Jepang dulu belajar sama Indonesia kan. Mereka belajar sama kita, ya itu tadi, planning mereka rapi, setiap tahun tidak berubah, ada blue print yang dijaga,” ucapnya.
“Itulah namanya usaha tidak mengkhianati hasil. Usaha terus, tidak cuma ngomong banyak, mereka ada praktiknya. Kami juga sebagai mantan pemain ingin lihat Timnas tahu-tahu masuk Piala Dunia. Jadi itu keinginan kita dan doa kita supaya Timnas itu lebih bagus lagi,” jelas Budi.
PSSI sendiri sudah memiliki blue print sepak bola Indonesia. Dalam cetak biru itu terdapat beberapa target ambisius seperti Timnas Indonesia harus berada di peringkat 50 besar dunia pada 2045. Kemudian Timnas Indonesia U-17 lolos ke Piala Dunia 2031, Timnas Indonesia U-20 lolos ke Piala Dunia 2033, lolos ke Olimpiade 2036, dan lolos ke Piala Dunia 2038.
Pengamat sepak bola, Dex Glenniza, menilai blue print milik PSSI tersebut sangat bagus. Tapi, dia mengingatkan kepada federasi untuk mengeksekusi cetak biru itu dengan baik.
“Transformasi itu saatnya harus dilakukan sekarang ini. Blue print itu tolong dijaga,” jelasnya.
“Kalau di Jepang, selama 32 tahun ganti ketum (federasinya), blue print mereka tidak berubah. Blue print mereka ‘100 Hundred Years Plan‘. Hasilnya mereka rutin masuk Piala Dunia rutin, juara Piala Asia pernah.”
“Jepang itu mulai dari minus, dari kalah Perang Dunia. Mereka merumuskan bagaimana cara menaikkan moral? Jadi olahraga yang diincar, itu dari hiburan dulu, prestasi belakangan,” ujarnya.
Dex menambahkan, negara lain juga punya kisah sukses membangun sepak bola melalui proses seleksi ketat terhadap peserta klub kompetisi melalui club licensing ataupun berkomitmen dengan blue print yang dirancang. Indonesia bisa mengikuti jejak tersebut jika ingin meraih kesuksesan ataupun setidaknya mendekati capaian sepak bola mereka.
“Australia sempat transformasi, beberapa negara sempat melakukan transformasi juga, verifikasi mereka rapi, ada club licensing regulations standar FIFA dan AFC. Harus dilakukan licensing itu, standar sudah ada, kuncinya dilakukan apa nggak? Blue print juga ada,” ucapnya.
Dalam diskusi yang didukung oleh PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), ASDP, Nendia Primarasa, DAMRI, APPI, dan RS Mitra Keluarga, nasib sepak bola wanita juga turut dibahas. Federasi pimpinan Erick Thohir memang mulai menunjukkan kepeduliannya terhadap sektor ini.
Saat ini sepak bola wanita Indonesia seperti berjalan di tempat. Tak ada kompetisi profesional yang digulirkan. Tapi, PSSI sudah berencana menyiapkan blue print sepak bola wanita yang bertujuan meloloskan timnas putri ke Piala Dunia 2035 dan juara Piala Asia 2038.
Target tersebut lebih cepat dibandingkan dengan blue print sepak bola pria. Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI), Souraiya Farina, menilai ambisi tersebut masih realistis. Pasalnya, berdasarkan data ASBWI, saat ini ada 171 klub sepak bola wanita homogen di seluruh Indonesia.
Nah, 49 klub di antaranya sudah memiliki tim U-13 dan U-15. Dua kategori kelompok usia tersebut merupakan cikal bakal para pesepakbola wanita Indonesia pada 2035 mendatang. Karena itu, Farina percaya jika semuanya berjalan mulus, maka lolos Piala Dunia Wanita 2035 bukan satu hal yang mustahil.
“Jadi sekarang itu saatnya melakukan, bukan bicara,” ucapnya.
“Karena kalau merumuskan aja, lalu dikasih tau ke media sosial dan media, ya selesai di situ saja. Kalau mau memperbaiki dan bermimpi tapi enggak tau apa yang mau dibikin, itu omong kosong dan hanya pencitraan. Nah sekarang, menurut saya main di Piala Dunia bukan mimpi. Itu harus kejadian,” jelas Farina.