Football Institute Kritik Komdis PSSI, Banyak Denda dan Hukuman Absurd
BeritaBola99 – Football Institute telah melakukan riset soal uji kualitas kompetisi sepak bola di Indonesia, mulai dari Liga 1, Liga 2, dan Elite Pro Academy (EPA), berbasis pelanggaran disiplin dan hasil putusan Sidang Komite Disiplin (Komdis) PSSI.
Mereka melakukan riset ini sejak Juli 2023 hingga Mei 2024, dengan data yang berasal dari putusan Komdis PSSI, juga data kartu kuning dan merah selama periode itu.
Hasil dari riset itu adalah banyak menyoroti denda atau hukuman yang diberikan Komdis PSSI bersifat absurd atau di luar nalar. Riset ini pun dijabarkan oleh Football Institute, dalam sebuag diskusi dengan rekan media di Barito Mansion, Jakarta Selatan, Selasa (9/7).
Hadir dalam acara tersebut, Founder Football Institute, Budi Setiawan, Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Arya Sinulingga, Pemimpin Redaksi Bola.com yang sekaligus wartawan senior, Erwin Fitriansyah, pengamat Effendi Gazali, serta mantan Ketua The Jakmania, Ferry Indrasjarief.
Selama musim 2023/2024, Komdis PSSI lebih banyak memberikan hukuman denda ketimbang larangan bermain dan lain-lain. Persentasenya adalah 61,47 persen di Liga 1, Liga 2 sebesar 60 persen, dan EPA 57 persen.
Selain itu, Komdis PSSI juga disoroti soal adanya hukuman absurd. Ambil contoh ketika PSCS Cilacap kontra Persekat Tegal di Liga 2. Di mana, Komdis PSSI pernah memberikan hukuman larangan dua kali menjadi ballboy dan denda sebesar Rp37.500.000 kepada Hexa Try Kusuma.
Kemudian, hukuman PSDS Deli Serdang dengan larangan pertandingan tanpa penonton satu kali dan denda Rp225 juta, karena kombinasi kasus rasisme yang dilakukan penonton dan lemparan botol ke dalam lapangan.
Nilai denda ini jauh lebih besar dari denda pelanggaran suporter masuk lapangan dengan angka denda Rp15 juta, dan/atau kasus pelemparan botol dari tribune ke lapangan dengan angka denda sebesar Rp10 juta.
Founder Football Institute, Budi Setiawan, menyebut kinerja Komdis PSSI ini harus dievaluasi. Apalagi, banyak penegak keamanan yang memiliki jabatan di PSSI.
“Ini jadi bagian evaluasi kompetisi musim lalu. Untuk Komdis, mereka itu ibaratkan Kapolri, Kepala BIN, dan Kepala Kejaksaan di PSSI. Ini bukan wajah Erick Thohir, ini wajah konsensus bersama Exco. Absurd ini,” ujar Budi dalam sesi jumpa pers.
“Pada 2008 sampai 2014, Komdis selalu preskon dulu selepas sidang, pas zaman Hinca Pandjaitan. Sekarang, per 2016 mungkin, Komdis tidak mengadakan preskon dan sidang digelar secara terutup. Bisa digelar terbuka juga padahal.”
Sorotan Komdis PSSI juga dilontarkan wartawan senior, Erwin Fitriansyah. Ia menilai hukuman denda itu kurang efektif untuk memberikan efek jera.
“Hukuman denda ini tidak efektif, ya, karena terulang terus, daripada didenda terus, karena klub itu tidak peduli baik yang paling banyak duitnya maupun semenjana. Suporternya juga tidak aware klubnya kena denda,” kata Erwin Fitriansyah.
Penggila bola Effendi Ghazali mengaku sepakat dengan usulan Budi ini soal Komdis. Dia mengatakan, Komdis PSSI sejatinya bisa menggelar sidang secara terbuka.
“Ya contohnya ada pengadilan Vina (kasus Vina Cirebon) yang bisa digelar terbuka. Sekarang, Komdis PSSI juga bisa menggelar sidang terbuka seperti itu,” kata Effendi.